Tidak Lulus UN
(UJIAN NASIONAL) Bukan Akhir dari Segalanya
Ujian Nasional atau yang
disingkat UN sekarang telah menjadi momok menakutkan bagi sebagian banyak orang
mulai dari peserta didik, orang tua peserta didik, guru dan pemerhati
pendidikan ada yang pro dan ada yang kontra dalam menyikapi UN tersebut.
Mungkin ini bukanlah tulisan ilmiah
tentang UN, hanya opini seorang mahasiswa yang pernah melewati UN tersebut pada
tahun 2012 menurut pandangan saya UN pada waktu itu memang memicu banyak
perubahan di sekolah ketika kita menginjak kelas 3 atau kelas 12
guru-guru kami sudah sering mengingatkan tentang UN persiapan-persiapan banyak
direncanakan secara resmi (dari guru) atau dari siswa sendiri baik secara
individu maupun kolektif, yang paling menarik bagi saya pada saat UN tersebut
juga memicu saya dan teman-teman pada umumnya lebih religius meminta
pertolongan kepada yang maha kuasa untuk memudahkan UN nanti.
Dari pengalaman tersebut saya rasakan
bahwa UN memberikan tekanan atau lebih tepatnya tantangan kepada kita untuk
bisa lulus atau secara pribadi saya tidak mengincar untuk bisa lulus, untuk apa
lulus dengan hanya nilai 4.25 tapi mengincar nilai sempurna, dengan tantangan
bahwa kelulusan kita ada ditangan kita tanpa ada bantuan dari siapapun. Saya
pribadi merasa tertantang walau memang ada kekhawatiran entah itu secara teknis
(buletinnya kurang hitam, keluar garis atau lembarannya rusak) atau juga
mungkin bisa saja sakit atau kurang fit ketika UN.
Secara umum saya melihat tantangan yang
mungkin membuat stress tersebut juga diperlukan untuk dapat membentuk
keseriusan dalam menghadapinya dan itu bisa membuat obyektifitas tanpa campur
tangan guru, mungkin opini saya terlihat sadis atau sombong tapi menurut saya
dalam ujian wajar ada yang berhasil dan gagal dalam kontek UN yang gagal tidak
lulus kalau memang tidak lulus berarti dia tidak berhak untuk lulus belum
kompeten silakan mengulang salah bila yang tidak berhak lulus diluluskan untuk
mengejar image sekolah atau gengsi individu atau kelompok.
Saya yakin bila yang menentukan kelulusan
adalah sekolah atau guru kebanyakan dari mereka tidak akan kuat untuk tidak
meluluskan yang secara jelas mereka lihat tidak layak untuk lulus, maksud saya
dengan tidak kuat adalah dalam hal tega karena kebanyakan kita sering merasa
kasihan hingga mempengaruhi objektifitas dan lebih memilih subyektifitas yang
semu, juga tidak kuat untuk menghadapi tekanan baik itu dari orangtua wali
(terutama wali yang punya pengaruh atau kekuasaan), kepala sekolah yang
mengejar gengsi sekolah, komite sekolah dan kekuatan-kekuatan lain hingga
hasilnya adalah keberhasilan 100 persen yang semu atau bisa dikataakn kurang
jelas atau transparan.
Tidak mungkin tidak ada yang tidak lulus
dalam ujian dari sebegitu banyak peserta Ujian Nasional akan tetapi dengan
mengetahui itu bukankah bisa diketahui boroknya kita dan kita bisa
menghadapinya dari pada selalu mengatakan semua baik-baik saja, semua lulus
akan tetapi menyembunyikan persoalan-persoalan yang apabila diteruskan akan
menumpuk hingga?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar